Benteng Inoeng Balee dilihat dari arah timur |
Benteng ini disebut
Benteng Inoeng Balee, pembangunannya dipimpin Laksamana Malahayati yang
merupakan seorang janda perang (Aceh: Inoeng Balee) masa Kerajaan Aceh Darussalam. Benteng Inoeng
Balee sering disebut juga Benteng Malahayati, berada 1 km dari jalan raya Krueng
Raya-Laweung, posisinya tepat di tepi jurang, dan di bawahnya pantai (laut).
Bangunan Benteng Inoeng
Balee membujur dari arah utara ke selatan tepatnya menghadap laut Selat Malaka.
Batas tembok di sisi utara berupa tanah landai yang penuh dengan semak belukar,
sisi timur dan selatan adalah areal ladang masyarakat, sedangkan sisi barat adalah jurang
yang dalamnya sekitar 10 m. (lihat foto 49). Konstruksi tembok
benteng yang masih tersisa kini di bagian barat berupa tembok yang membujur dari arah utara-selatan, serta di bagian utara dan
selatan terdapat bekas struktur sisa tembok bangunan
benteng yang membujur dari arah timur-barat.
Bahan bangunan yang digunakan dalam
penyususnan dinding-dinding benteng adalah batuan andesit dan koral dengan spesi tanah liat dan
batuan kapur. Di bagian timur terdapat struktur pondasi berukuran panjang
sekitar 20 m, tembok benteng di bagian barat memiliki ukuran panjang 60 m, tebal 2 m, dan
tinggi 2,5 m, tembok benteng di bagian utara berukuran panjang 40 m, tebal 2 m,
dan tinggi bagian dalam 1 m. Sedangkan tembok di bagian selatan berukuran
panjang 60 m, tebal 2 m, dan tinggi bagian dalam 1 m.
Pada bagian tengah tembok yang
membujur dari utara hingga selatan terdapat 4 lubang pengintaian/lubang meriam menyerupai bentuk tapal kuda. Tinggi lubang
pengintaian bagian dalam sekitar 90 cm, lebar 160 cm, sedangkan tinggi lubang
bagian luar sekitar 85 cm dan lebar 100 cm. Pada sisi selatan terdapat dinding yang batunya disusun tanpa ikatan kapur,
tetapi terlepas satu sama lain dan tidak rapi.
Benteng Inoeng Balee (Nasruddin As) |
Dinding yang
disusun tanpa ikatan kapur tersebut dibuat oleh kelompok Masyarakat Pecinta Sejarah dan Purbakala saat
kunjungan Presiden Soeharto ke Aceh pada tahun 1994. Kantor suaka juga telah merehap dinding benteng
sebelah barat yang sudah putus akibat pembuatan jalan setapak oleh masyarakat
setempat sekitar 5 meter pada waktu yang sama ( hasil wawancara Nasruddin dengan Sukijo (kepala bagian teknis Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Aceh dan Sumatera Utara). Lihat Nasruddin As, Benteng Kesultanan Aceh: Kajian Arkeologis, (Banda Aceh: Kerjasama Lembaga Naskah Aceh (NASA) dengan Ar-Raniry Press, 2013), hal. 76).
Lebih lanjut dapat dibaca pada "PeninggalanArkeologi di Situs Lamreh Kecamatan Mesjid Raya Aceh Besar", Skripsi Ahmad Zaki Husaini.
Lebih lanjut dapat dibaca pada "PeninggalanArkeologi di Situs Lamreh Kecamatan Mesjid Raya Aceh Besar", Skripsi Ahmad Zaki Husaini.
0 comments so far,add yours