IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Legenda Aceh
Pengarang :
Iskandar Norman
Penerbit :
Bandar Publishing
Tempat Terbit : Banda Aceh
Tahun terbit : 2002
Jumlah Halaman : ix + 169 halaman
Ukuran :
12 x 18 cm
Harga buku : Rp 30.000,-
BAB I
PENDAHULUAN
“Legenda Aceh”, meupakan hasil karya Iskandar Norman, dicetak
terbatas di Banda Aceh, yang didistribusikan di Yogyakarta. Iskandar tergolong
penulis muda yang sehari-hari bekerja sebagai jurnalis. Ini yang kemudian
Iskandar banyak menghasilkan berbagai karya, tentunya ini dilatar belakangi
oleh karirnya di bidang jurnalis.
Aceh memiliki
ragam cerita khas yang mencerminkan daerahnya, banyaknya cerita legenda dan
mitos masa lalu Aceh memotivasi Iskandar untuk menulisnya dalam sebuah karya.
Metode yang digunakan dalam menyusun buku ini ialah melalui studi kepustakaan
mengenai literatur yang memuat cerita rakyat. Selain itu, ia juga menggunakan
teknik wawancara dengan tokoh masyarakat yang mengetahui cerita-cerita rakyat
di daerahnya. Tujuan penulisan buku ini ialah untuk mendeskripsikan bagaimana
sesungguhnya cerita rakyat yang sudah mentradisi dan mengakar dalam masyarakat
sebagai langkah menjaga warisan masa lampau dan meninformasikan kepada generasi
setelahnya. Tanpa disadari, buku ini memberikan beberapa sejarah nama-nama tempat
di Aceh, serta asal-usul nama daerah yang di sebut dengan tiponim. Dengan
adanya buku ini memberikan informasi mengenai cerita rakyat yang ada di Aceh,
sehingga cerita-cerita rakyat tidak hanya diketahui oleh sebagian orang, namun
publikpun dapat mengetahuinya, serta dapat melestarikan cerita-cerita rakyat
dari pengaruh budaya global.
BAB II
ISI BUKU
Legenda Aceh,
karya Iskandar Norman, membahas mengenai berbagai legenda yang berkembang dalam
masyarakat Aceh. Legenda (bahasa Latin:
legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang mempunyai cerita
sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Legenda adalah cerita rakyat pada
zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Oleh karena itu,
legenda sering kali dianggap sebagai "sejarah" kolektif. Walaupun
demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi
sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya.
Legenda nama
Aceh, asal-usul nama Aceh sampai kini masih diperdebatkan. Diantara legenda
yang berkembang ialah kisah dua orang putri yang mandi di sungai. Sang adik
sedang hamil. Mereka menemukan seorang bayi di atas rakit yang kemudian dibawa
pulang oleh kakak ke kampung, sehingga orang kampung menjadi heran dan bertanya
tanya anak siapa itu. “Adoe nyang mume, a nyang ceh”, kata seorang
penduduk. Yang artinya adik yang hamil kakak yang melahirkan. Dari kata Adoe
nyang mume, a nyang ceh ini lama-kelamaan berubah menjadi Aceh. Legenda lain
menyebuutkan kedatangan orang-orang Budha yang berlayar di laut Aceh mereka
melihat aneka cahaya di atas gunung Seulawah. Mereka kemudian berucap “Acchera
Faata Bho”, yang artinya alangkah indahnya. Dari kata ini kemudian lahir
kata Aceh. Ada juga yang mengatakan nama Aceh berasal dari suku bangsa yang
menetap di Aceh. A Arab, C cina, E Eropa, dan H Hindia (India). Namun ini
hanyalah kebetulan belaka yang dikaitkan dengan bangsa yang ada dan pernah
mendiami Aceh.
Selain legenda nama
Aceh, karangan Iskandar Norman ini juga menyajikan legenda nama beberapa daerah di Aceh, seperti Legenda
Peureulak, Legenda Pase, Legenda Tapaktuan, Legenda Meulaboh, Legenda Lamno.
Disamping itu, buku legenda Aceh juga mengisahkan legenda-legenda yang berkembang
pada masyarakat di Aceh, seperti legenda pada masyarakat daerah Sabang, Bener Meriah, dan Tualang (daerah di kabupaten Aceh Timur), ditambah dengan
beberapa legenda khas berbagai daerah di Aceh, seperti Legenda Putri Pukes,
Legenda Putri Nurul A’la, Legenda Raja Jeumpa, Legenda Raja Linge, Legenda Raja
Rimbei, Legenda Batu Belah, Legenda Ode Ni Malelang, Legenda Plangan, Legenda
Geureuda Deuk, Legenda Abdo Wahed, Legenda Tungkat Ceuleubub, dan Legenda Pawang
Rimueng.
BAB III
PENUTUP
Buku yang diberi
judul “Legenda Aceh” sangat menarik perhatian, terutama bagi pemerhati budaya,
dimana buku ini memberikan informasi mengenai budaya tutur daerah, baik itu
legenda maupun mitos yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk karya tulis yang
mendatangkan banyak manfaat. Pada bidang penulisan, buku ini membuat pembaca
mudah mengerti dikarenakan penggunaan bahasa tulis yang sederhana yang cocok
tidak hanya bagi intelek, tapi juga bagi masyarakat biasa. Kelebihan lain dari
buku ini ialah banyak menyajikan legenda dalam berbagai versi serta daerah yang
komplek, yang dapat menjadi bahan analisis lebih lanjut serta memberikan banyak
berita legenda tidak hanya dari daerah asal saja melainkan dapat mengetahui
legenda-legenda daerah lainnya yang ada di Aceh. Dari segi aspek penelitian
penulis sudah menggunakan pendekatan antopologi dalam mengumpulkan data, ini
membuat hasil penulisan akan lebih kuat secara akademisi.
Buku terdiri 169
halaman ini, memang butuh penyempurnaan agar terlihat lebih dari berbagai
aspek. Tulisan yang memuat berbagai legenda ini sangat memuaskan, namun
alangkah lebih menguatkan tulisan jika disetiap kutipan dibubuhi foot note.
Tidak hanya menguatkan hasil tulisan juga memudahkan pembaca memperoleh
informasi primer yang dipakai oleh penulis.
Seperti yang
dijelaskan diatas, selain foot note, butuh rujukan atau referensi yang lebih,
penulisan dianggap lemah karena ketebalan buku mencapai seratusan halaman hanya
menggunakan tujuh referensi. Dapat ditambahkan pula beberapa foto atau gambar
pada cover dan dalam pembahasan, ini berguna tidak hanya untuk menarik
perhatian pembaca, juga memberikann informasi bagaimana bukti adanya legenda.
Pada teknik
penulisan, buku ini menggunakan EYD yang tepat, bahasa yang digunakan juga
sederhana sehingga memudahkan pembaca untuk mengerti. Namun terdapat beberapa
kata kalimat penghubung yang kurang efektif dan terdapat beberapa pengulangan
kalimat yang membingungkan saat membaca. Salah satu cara untuk memudahkan
pembaca ialah mencantumkan sub pembahasan disamping adanya judul buku. Pada
bagian cover seharusnya lambang dari penerbit tidak ditampilkan di bagian
depan, cukup dengan membubuhkan nama penerbir dan lambang penerbit diletakkan
di bagian belakang.
Begitupun,
kehadiran buku ini cukup bermanfaat. Ada sederet inforasi yang dapat diketahui,
terutama mengenai budaya tutur berupa legenda. Buku ini sangat tepat dimiliki
oleh para siswa yang belajar sejarah, khususnya pada tingkat Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama, dimana pola pembelajaran sejarah diawali oleh cerita-cerita
rakyat dan legenda-legenda dengan tujuan tidak terjadinya suatu keberatan dalam
pembelajaran sejarah. Namun, tidak salahnya buku ini dimiliki oleh para
akademisi, budayawan, maupun sejarawan, sebagai bahan rujukan awal dalam
melakukan penelitian, baik itu dengan pendekatan antropologi maupun pendekatan
sejarah.
AhmadZaki
Nim.
511102455
Mahasiswa
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. | 17 Januari 2014
0 comments so far,add yours